Penyuntingan Artikel oleh pengguna baru atau anonim untuk saat ini tidak diizinkan hingga 23 November 2024. Lihat kebijakan pelindungan dan log pelindungan untuk informasi selengkapnya. Jika Anda tidak dapat menyunting Artikel ini dan Anda ingin melakukannya, Anda dapat memohon permintaan penyuntingan, diskusikan perubahan yang ingin dilakukan di halaman pembicaraan, memohon untuk melepaskan pelindungan, masuk, atau buatlah sebuah akun. |
Invasi Indonesia ke Timor Timur Operasi Seroja | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Perang Dingin | |||||||||
Peta Bahasa Inggris yang menunjukkan daerah yang di invasi oleh Indonesia | |||||||||
| |||||||||
Pihak terlibat | |||||||||
Didukung oleh: |
Didukung oleh: | ||||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||||
| |||||||||
Kekuatan | |||||||||
35.000 tentara | 20.000 Milisi | ||||||||
Korban | |||||||||
1.000 tewas, terluka atau ditangkap[10][11] |
185.000 tewas, terluka atau ditangkap (1975–1999)[12] (termasuk warga sipil) |
Invasi Indonesia ke Timor Timur, lebih dikenal sebagai Operasi Seroja atau Perang Timor Timur, dimulai pada tanggal 7 Desember 1975 ketika militer Indonesia masuk ke Timor Timur dengan dalih anti-kolonialisme dan anti-komunisme untuk menggulingkan rezim Fretilin yang muncul pada tahun 1974.[13] Penggulingan pemerintah yang dipimpin secara singkat oleh Fretilin memicu pendudukan kekerasan selama seperempat abad di mana sekitar 100.000–180.000 tentara dan warga sipil diperkirakan telah terbunuh atau mati kelaparan.[12] Komisi Pengakuan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi di Timor Leste (CAVR) mendokumentasikan perkiraan minimum sebesar 102.000 kematian terkait konflik di Timor Timur selama periode 1974 hingga 1999, termasuk 18.600 pembunuhan dengan kekerasan dan 84.200 kematian akibat penyakit dan kelaparan; pasukan Indonesia dan gabungan pasukan pembantunya bertanggung jawab atas 70% dari total pembunuhan.[14][15]
Bulan-bulan pertama pendudukan, militer Indonesia menghadapi perlawanan pemberontakan yang berat di pedalaman pegunungan pulau, tetapi dari tahun 1977-1978, militer memperoleh persenjataan canggih baru dari Amerika Serikat, Australia, dan negara-negara lain, untuk menghancurkan basis Fretilin.[16] Dua dekade terakhir abad ini menyaksikan bentrokan terus menerus antara kelompok Indonesia dan Timor Timur mengenai status Timor Timur,[17] sampai tahun 1999, ketika mayoritas rakyat Timor Timur memilih untuk merdeka (pilihan alternatifnya adalah "otonomi khusus" sementara tetap menjadi bagian dari Indonesia). Setelah dua setengah tahun transisi lebih lanjut di bawah naungan tiga misi PBB yang berbeda, Timor Timur berhasil merdeka pada 20 Mei 2002.[18]
Kendali operasi Timor Timur ada dalam genggamannya (Wijoyo Suyono).