Khulu

Khulu (Bahasa Arab: خلع) secara etimologi berarti “melepaskan”.[1][2] Khulu (Khul/Khul') adalah proses cerai gugat dari istri kepada suami dengan kaidah pemberian iwand permintaan suami. Talak, Perceraian, Khul', Rujuk Berdasarkan Syariat Islam dan fatwa ulama tentang talak cerai di luar pengadilan agama khulu,wasiat wali istri sah dengan menjalankan prosedur tata cara rukun sah dan iman yaitu apabila wali nikah seseorang memberikan iwadh yang dipinta olah pemilik akad yaitu suami[3]. Talak kedaulatan suami untuk melakukan bersama apabila, perceraian yang dilakukan karena kehendak istri untuk melepaskan ikatan perkawinan dengan memberikan tebusan iwald (ganti rugi) yang dipinta oleh pemilik akad yaitu suami[4][5][6] Sedangkan me-rujuk menurut dari istilah di dalam ilmu fiqih, khulu ialah permintaan perceraian/atau cerai yang diminta oleh istri kepada suaminya dengan memberikan uang atau lain-lain kepada sang suami, agar ia menceraikannya.[7][8] Dan, dengan kata lain, Khulu yaitu perceraian yang dibeli oleh si istri dari suaminya karena ada beberapa hal dari suami yang tidak menyenangkan istrinya.[8]

Adapun pola untuk perkataan khulu yang di sampaikan suami kepada istrinya, “ Aku menceraikan kamu dengan uang Rp 2.000.000.000,- (Dua Milyar Rupiah) ”[9][8]. Istri kemudian menjawab “ Aku menerimanya”[8][9][10][10]. Apabia perkataannya seperti ini, maka istri harus memberikan uang sebanyak Rp 2.000.000.000,- (Dua Milyar Rupiah) sebagai tebusan kepada pemilik akad ialah suami[9][8][10]. Sedangkan apabila istri telah bertanya tidak disebutkan oleh suami tentang berapa jumlah khulu-nya, maka istri hanya perlu untuk mengembalikan maskawin sebanyak yang pernah diterimanya dahulu, catatan: Sang istri telah bertanya lansung kepada suami dengan sakral serta disaksikan oleh keluarga sang istri dan suami tersebut[9][8][10].

Khulu diperbolehkan bila keduanya sama-sama khawatir tak dapat melakukan aturan Allah[8]. Si istri khawatir, membuat kedurhakaan karena perbuatan suaminya, misalkan seorang suami tidak mau disuruh shalat, dilarang untuk bermain judi, ia membangkang dan bersikap kasar[8]. Maka lebih baik bercerai karena takut mendapat dosa dari Tuhan yang disebabkan karena membiarkan suaminya melakukan dosa terus menerus[8]. Sebaliknya, suami khawatir kalau istrinya tak mau mengikuti perintahnya, ia berbuat sesuatu yang tak diharapkan istrinya itu, seperti menampar, memukul, serta istri secara terus menerus mengikuti Penghasutan dari kerabat terdekatnya dan lain sebagainya[8]. Dalam keadaan seperti itu Khulu diperbolehkan[8].

  1. ^ Achmad Sunarto (1991). Terjemahan Fat-hul Qarib. Menara Kudus. 
  2. ^ (Indonesia) Noer Faqih Arsyi ys. "PAI Kelas XII Bab Munakahah" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (pdf) tanggal 2014-04-18. 
  3. ^ https://oailib.unej.ac.id/vufind/Record/0%20%1Fn160710101567;/Details
  4. ^ http://repository.uin-suska.ac.id/7314/4/BAB%20III.pdf
  5. ^ https://kumparan.com/berita-hari-ini/pengertian-khulu-dalam-ikatan-pernikahan-dan-hukumnya-dalam-islam-1wRFc4hN7Ae
  6. ^ https://www.orami.co.id/magazine/khulu
  7. ^ (Indonesia) Ahmad Sarwad, Lc. "Fiqih Nikah". Diarsipkan dari versi asli (pdf) tanggal 2014-05-03. 
  8. ^ a b c d e f g h i j k Drs.H.Ibnu Mas’ud, Drs.H.Zainal Abidin S. (2000). Fiqih Madzhab Syafi’I edisi lengkap muamalat, munakahat, jinayat. CV.Pustaka Setia. 
  9. ^ a b c d Dr.Mustafa Dib Al-Bugha (2012). Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’I. Noura Books. ISBN 978-602-9498-44-8. 
  10. ^ a b c d http://repo.iain-tulungagung.ac.id/4454/3/BAB%20II.pdf

From Wikipedia, the free encyclopedia · View on Wikipedia

Developed by Nelliwinne