Kiblat

Artikel ini tersedia dalam versi lisan
Dengarkan versi lisan dari artikel ini
(6 bagian, 52 menit)






Ikon Wikipedia Lisan
Berkas-berkas suara berikut dibuat berdasarkan revisi dari artikel ini per tanggal 24 Juli 2022 (2022-07-24), sehingga isinya tidak mengacu pada revisi terkini.
"Seorang pria sedang berdoa dengan mengadahkan telapak tangan menghadap Ka'bah"
Seorang Muslim berdoa ke arah Ka'bah, kiblat umat Islam, di Masjidil Haram.
"Sejumlah tentara Amerika Serikat terlihat sedang sujud untuk melakukan salat ke arah kiblat."
Jemaah salat yang sedang sujud ke arah yang sama yaitu arah kiblat.

Kiblat (dari bahasa Arab: قبلة, translit. qiblah yang berarti "arah") adalah arah yang dituju umat Islam dalam sebagian konteks ibadah, termasuk dalam salat. Arah ini menuju kepada bangunan Ka'bah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, yang menurut umat Islam adalah bangunan suci yang dibangun dua orang Nabi yaitu Ibrahim dan anaknya Ismail. Menurut kepercayaan umat Islam, arah kiblat ini diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah ayat 144, 149, dan 150 yang diwahyukan kepada Nabi Islam Muhammad pada tahun ke-2 Hijriyah; sebelumnya Muhammad dan pengikutnya di Madinah berkiblat ke arah Yerusalem. Namun setelah Muhammad mendengar bahwa orang-orang Yahudi berkata, "Demi Tuhan, Muhammad dan sahabat-sahabatnya tidak tahu di mana kiblat mereka sampai kita mengarahkan mereka kepadanya"; yang mana menyebabkan ketidaksenangan pada diri beliau, kiblat pun akhirnya dipindahkan ke Ka'bah,[1] hal ini terjadi pada bulan ke-16 atau 17 setelah Muhammad dan umat muslim tiba di Madinah.[2][3]

Selain untuk salat, kiblat juga merupakan arah berihram dalam haji, arah wajah hewan saat disembelih, arah jenazah seorang Muslim saat dimakamkan, arah yang dianjurkan untuk berdoa, serta arah yang dihindari untuk buang air serta membuang dahak. Dalam arsitektur masjid, umumnya terdapat mihrab yaitu relung pada salah satu dinding masjid untuk menunjukkan sisi yang mengarah ke kiblat. Pada praktiknya, dikenal dua cara menghadap kiblat, yaitu 'ainul ka'bah (persis mengarah ke bangunan Ka'bah) atau jihatul ka'bah (kira-kira mengarah ke Ka'bah tanpa harus persis). Kebanyakan ulama berpendapat 'ainul ka'bah hanya dituntut jika memungkinkan (misalnya di lokasi Masjidil Haram dan sekitarnya), dan jika tidak jihatul ka'bah dapat dilakukan.

Secara teknis, definisi kiblat yang paling umum digunakan pakar astronomi Muslim adalah arah yang ditunjukkan lingkaran besar pada bola dunia yang menghubungkan suatu tempat dengan Ka'bah. Arah ini menunjukkan jarak terpendek yang dapat ditarik dari tempat tersebut ke arah Ka'bah. Definisi ini memungkinkan perhitungan (hisab) arah kiblat secara tepat melalui rumus trigonometri berdasarkan menggunakan koordinat lintang dan bujur setempat serta koordinat Ka'bah. Rumus trigonometri ini juga mendasari perangkat lunak seperti aplikasi telepon cerdas penunjuk arah kiblat, dan untuk menyusun tabel-tabel yang dapat digunakan dalam alat bantu seperti kompas kiblat. Selain itu, dalam dua kali setahun (yaitu 28 Mei pukul 12.18 Waktu Arab Saudi/16.18 Waktu Indonesia Barat dan 16 Juli pukul 12.27 WAS/16.27 WIB) Ka'bah berada tepat di bawah posisi matahari sehingga bayangan benda tegak pada kedua saat tersebut menunjukkan arah kiblat.

Sebelum astronomi atau ilmu falak dikenal di Dunia Islam, umat Islam juga sempat menggunakan berbagai metode tradisional untuk menentukan arah kiblat, seperti mengikuti kebiasaan sahabat Nabi, mengikuti posisi terbit dan terbenam benda langit, atau arah angin. Setelah masuknya karya-karya astronomi Yunani, rumus-rumus matematis untuk mencari arah kiblat mulai dikembangkan ilmuwan Muslim, dan pada abad ke-9 dan ke-10 metode-metode yang setara dengan rumus kiblat modern telah ditemukan oleh para ilmuwan termasuk Habasy al-Hasib, An-Nairizi, dan Ibnu Yunus. Awalnya, metode matematis ini digunakan bersama-sama dengan berbagai metode tradisional sehingga kota-kota Muslim banyak memiliki masjid dengan bermacam-macam arah kiblat. Sejak abad ke-18 dan ke-19 metode penentuan posisi koordinat yang akurat telah tersedia, sehingga memungkinkan penghitungan arah kiblat secara matematis dengan hasil yang lebih akurat dibanding sebelumnya. Akan tetapi, masjid-masjid dengan beragam arah kiblat lama masih berdiri di kota-kota berpenduduk Muslim hingga saat ini. Menjelang misi antariksawan Malaysia Sheikh Muszaphar Shukor ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) pada Oktober 2007, muncul pembahasan mengenai arah kiblat dari luar angkasa. Menanggapi permintaan panduan dari Muszaphar, para ulama Malaysia mengurutkan prioritas arah yang dapat diikuti jika mungkin: 1) Ka'bah 2) "proyeksi Ka'bah" ke luar angkasa 3) Bumi 4) "ke mana saja". Mereka juga menyebutkan pentingnya mengutamakan "apa yang memungkinkan", senada dengan pendapat beberapa pemikir Muslim lainnya.

  1. ^ al-Tabari, Muhammad ibn Jarir. The History of Al-Tabari Volume 7: The Foundation of the Community. hlm. 25. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-24. Diakses tanggal 2022-07-22. 
  2. ^ "Sahih al-Bukhari 7252 - Accepting Information Given by a Truthful Person - كتاب أخبار الآحاد - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-22. Diakses tanggal 2022-07-22. 
  3. ^ "Sahih al-Bukhari 399 - Prayers (Salat) - كتاب الصلاة - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-26. Diakses tanggal 2022-07-22. 

From Wikipedia, the free encyclopedia · View on Wikipedia

Developed by Nelliwinne