Konstantinus Agung

  • Konstantinus Agung
  • Santo Konstantinus
  • Konstantinus I
Kepala patung marmer raksasa Kaisar Konstantinus Agung, Romawi, abad ke-4, terletak di Museum Capitolini, Roma.
Kaisar ke-57 Kekaisaran Romawi
Berkuasa
PendahuluKonstantius I
Penerus
Informasi pribadi
Kelahiran27 Februari c. 272[1]
Naissus, Moesia Superior, Kekaisaran Romawi (Serbia masa kini)
Kematian22 Mei 337(337-05-22) (umur 65)
Nikomedia, Bithynia, Kekaisaran Romawi
Pemakaman
Nama lengkap
Flavius Valerius Aurelius Constantinus Augustus
AyahKonstantius Klorus
IbuHelena
Pasangan
Anak
Agama
Peringatan: Page using Template:Infobox royalty with unknown parameter "venerated_in" (pesan ini hanya ditampilkan dalam pratinjau).

Konstantinus Agung (bahasa Latin: Flavius Valerius Aurelius Constantinus Augustus;[2] bahasa Yunani Koine: Κωνσταντῖνος ὁ Μέγας, Konstantinos ho Megas; 27 Februari c. 272 M[1] – 22 Mei 337 M), juga dikenal sebagai Konstantinus I atau Santo Konstantinus (dalam Gereja Ortodoks sebagai Santo Konstantinus Agung, Setara Rasul),[3] merupakan seorang Kaisar Romawi dari tahun 306 sampai 337 M. Konstantinus adalah putra dari Flavius Valerius Konstantius, seorang perwira tentara Romawi, dan Helena istrinya. Ayahnya menjadi Caesar, wakil kaisar, di barat pada tahun 293 M. Konstantinus diutus ke timur, di mana ia menapaki pangkat-pangkatnya hingga menjadi seorang tribun militer di bawah Kaisar Diokletianus dan Galerius. Pada tahun 305 Konstantius meraih pangkat Augustus, kaisar barat senior, dan Konstantinus dipanggil ke barat untuk membantu ayahnya melangsungkan kampanye di Britania. Dengan pengakuan sebagai kaisar oleh pasukannya di Eboracum (York masa kini) setelah ayahnya meninggal dunia pada tahun 306 M, Konstantinus meraih kemenangan dalam serangkaian perang saudara melawan Kaisar Maxentius dan Lisinius hingga ia menjadi penguasa tunggal di barat maupun timur pada tahun 324 M.

Sebagai kaisar, Konstantinus melakukan banyak reformasi di bidang administrasi, keuangan, sosial, dan militer untuk memperkuat kekaisaran. Pemerintahan direstrukturisasi, serta dilakukan pemisahan kewenangan sipil dan militer. Koin emas baru, yakni solidus, dikeluarkan untuk mengatasi inflasi. Ini menjadi standar mata uang Bizantin dan Eropa selama lebih dari seribu tahun. Sebagai kaisar Romawi pertama yang mengaku melakukan konversi ke Kekristenan,[notes 4] Konstantinus memainkan suatu peranan penting dalam mendeklarasikan Maklumat Milan pada tahun 313, yang menetapkan toleransi bagi Kekristenan di dalam kekaisaran. Ia menghimpun Konsili Nicea Pertama pada tahun 325; pada saat itu kaum Kristiani menyatakan pengakuan iman mereka melalui Kredo Nicea. Dalam bidang militer, tentara Romawi direorganisasi sehingga terdiri dari unit lapangan yang mobil dan tentara garnisun yang mampu menghadapi ancaman internal dan invasi kaum barbar. Konstantinus melakukan kampanye-kampanye militer yang sukses terhadap suku-suku di perbatasan Romawi—suku Franka, Alemanni, Goth, dan Sarmatia—bahkan memukimkan kembali wilayah-wilayah yang ditinggalkan oleh para pendahulunya selama gejolak pada abad sebelumnya.

Masa pemerintahan Konstantinus menandai suatu zaman yang berbeda dalam sejarah Kekaisaran Romawi.[5] Ia membangun kediaman kekaisaran yang baru di Bizantium dan mengganti nama kota itu menjadi Konstantinopel (Kota Konstantinus) menurut namanya sendiri (julukan "Roma Baru" yang bersifat pujian baru timbul belakangan, dan tidak pernah menjadi julukan resmi). Kota ini nantinya menjadi ibu kota Kekaisaran selama lebih dari seribu tahun, dan karenanya Kekaisaran Timur yang terbentuk kelak menjadi dikenal sebagai Kekaisaran Bizantin. Warisan politiknya yang lebih berdampak langsung yaitu, ketika meninggalkan kekaisaran untuk para putranya, ia menggantikan sistem tetrarki Diokletianus dengan prinsip suksesi dinasti. Reputasinya berkembang selama masa pemerintahan anak-anaknya dan berabad-abad setelah pemerintahannya. Gereja abad pertengahan mempertahankannya sebagai salah seorang teladan kebajikan, sementara para penguasa sekuler merujuknya sebagai suatu prototipe, titik acuan, serta simbol identitas dan legitimasi kekaisaran.[6] Mulai dari Masa Renaisans, timbul penilaian-penilaian yang lebih kritis atas pemerintahannya karena ditemukannya kembali sumber-sumber anti-Konstantinian. Para kritikus menggambarkannya sebagai seorang tiran. Tren dalam keilmuan modern dan baru-baru ini berupaya untuk menyeimbangkan kedua sisi ekstrem keilmuan sebelumnya.

Konstantinus merupakan seorang tokoh penting dalam sejarah Kekristenan. Gereja Makam Kudus, yang dibangun atas perintahnya di lokasi yang diklaim sebagai makam Yesus di Yerusalem, menjadi tempat tersuci dalam dunia Kristiani. Klaim Kepausan atas kekuasaan temporal pada Abad Pertengahan Tinggi didasarkan pada sebuah dokumen yang disebut Donasi Konstantinus. Konstantinus Agung dihormati sebagai orang kudus (santo) oleh kalangan Ortodoks Timur, Katolik Bizantin, dan Anglikan.


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "notes", tapi tidak ditemukan tag <references group="notes"/> yang berkaitan

  1. ^ a b Ada beberapa kemungkinan penanggalan kelahirannya tetapi kebanyakan sejarawan modern menggunakan c. 272". Lenski, "Reign of Constantine" (CC), 59.
  2. ^ Dalam bahasa Latin Klasik, gelar resmi kekaisaran Konstantinus adalah IMPERATOR CAESAR FLAVIVS CONSTANTINVS PIVS FELIX INVICTVS AVGVSTVS, Imperator Caesar Flavius Constantine Augustus, yang saleh, yang sejahtera, yang tidak terkalahkan. Setelah tahun 312, ia menambahkan MAXIMVS ("yang terbesar"), dan setelah tahun 325 mengganti invictus ("yang tidak terkalahkan") dengan VICTOR, karena invictus mengingatkan banyak orang pada Sol Invictus, Dewa Matahari.
  3. ^ Di kalangan Kristen Ortodoks Timur, Ortodoks Oriental, dan Katolik Bizantin. Kalender liturgi Bizantin, yang digunakan oleh Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Katolik Timur dari ritus Bizantin, mencantumkan baik Konstantinus maupun Helena ibunya sebagai orang-orang kudus. Kendati ia tidak tercantum dalam daftar orang kudus Gereja Latin, yang mengakui beberapa orang lainnya dengan nama Konstantinus sebagai orang kudus, ia tetap dihormati dengan gelar "Agung" atas kontribusinya pada Kekristenan.
  4. ^ I. Shahîd, Rome and the Arabs (Washington, D.C.: Dumbarton Oaks, 1984), 65–93; H. A. Pohlsander, "Philip the Arab and Christianity", Historia 29:4 (1980): 463–73.
  5. ^ Gregory, A History of Byzantium, 49.
  6. ^ Van Dam, Remembering Constantine at the Milvian Bridge, 30.

From Wikipedia, the free encyclopedia · View on Wikipedia

Developed by Nelliwinne