Reformasi Protestan

Martin Luther di Sidang Worms, tempat ia menolak untuk menarik kembali karya-karyanya yang dipandang sesat oleh Gereja Katolik (lukisan dari Anton von Werner, 1877, Staatsgalerie Stuttgart).

Reformasi Protestan atau Reformasi Gereja (juga disebut Reformasi Eropa[1]) adalah sebuah gerakan besar dalam Kekristenan Barat di Eropa pada abad ke-16 yang menimbulkan tantangan agama dan politik terhadap Gereja Katolik Roma dan khususnya terhadap otoritas kepausan, yang timbul dari apa yang dianggap sebagai kesalahan, penyalahgunaan, dan ketidaksesuaian dalam Gereja Katolik. Reformasi adalah awal dari Protestanisme, dan perpecahan Gereja Barat menjadi Protestan dan Gereja Katolik Roma. Reformasi juga dianggap sebagai salah satu peristiwa yang menandai akhir dari Abad Pertengahan dan permulaan dari periode modern awal di Eropa.[2] Gerakan ini umumnya dianggap telah dimulai dengan publikasi 95 Tesis oleh Luther pada 1517, dan berlangsung sampai berakhirnya Perang Tiga Puluh Tahun melalui Perdamaian Westfalen pada 1648.

Meskipun sebelum Luther telah ada upaya-upaya awal yang signifikan untuk melakukan reformasi Gereja Katolik – seperti yang dilakukan oleh Jan Hus, Peter Waldo (Pierre Vaudès), dan John Wycliffe – Martin Luther secara luas dianggap telah memulai Reformasi Protestan dengan 95 Tesis. Luther mengawali dengan mengkritik penjualan indulgensi, bersikeras bahwa Sri Paus tidak memiliki otoritas atas purgatorium dan bahwa ajaran Katolik mengenai jasa orang-orang kudus tidak memiliki landasan di dalam Alkitab. Bagaimanapun, posisi Protestan kelak memadukan perubahan-perubahan doktrin seperti ketergantungan sepenuhnya pada Alkitab sebagai satu sumber keyakinan yang benar (sola scriptura) serta keyakinan bahwa iman dalam Yesus, dan bukan perbuatan-perbuatan baik, adalah satu-satunya jalan untuk memperoleh pengampunan Allah atas dosa (sola fide). Motivasi utama di balik perubahan-perubahan tersebut bersifat teologis, kendati banyak faktor lain yang berperan, termasuk bangkitnya nasionalisme, Skisma Barat yang mengikis kepercayaan pada Kepausan, dugaan korupsi Kuria Roma, dampak dari humanisme, dan pembelajaran baru Renaisans yang mempertanyakan banyak pemikiran dalam tradisi.

Gerakan awal di Eropa beragam rupa, dan impuls-impuls reformasi lainnya timbul secara tersendiri di luar kepemimpinan Luther. Ulrich Zwingli, contohnya, memulai reformasi di Swiss pada saat yang hampir bersamaan dengan Luther, namun independen dari pengaruh Luther. John Calvin, seorang reformator generasi kedua yang melakukan reformasi di kota Jenewa, memiliki teologi yang sangat berpengaruh pada tradisi reformasi Swiss. Para pengikut Luther dikenal sebagai Lutheran, sedangkan pengikut Zwingli dan Calvin dikenal sebagai Calvinis atau Reformed. Gereja-gereja Lutheran kebanyakan didirikan di Jerman dan Skandinavia, sedangkan gereja-gereja Reformed didirikan di Swiss, Hungaria, Prancis, Belanda, dan Skotlandia. Gerakan baru ini memberikan pengaruh definitif pada Gereja Inggris setelah tahun 1547 di bawah pemerintahan Edward VI and Elizabeth I, kendati Gereja Inggris telah berdiri sendiri di bawah pemerintahan Henry VIII pada tahun 1530-an awal.

Terdapat juga gerakan-gerakan reformasi di seluruh Eropa daratan yang dikenal sebagai Reformasi Radikal, yang menimbulkan gerakan-gerakan Anabaptis, Moravia, dan Pietistik lainnya. Selain membentuk komunitas-komunitas di luar otorisasi negara, para Reformis Radikal sering kali menerapkan perubahan doktrin yang lebih ekstrem, misalnya penolakan terhadap prinsip-prinsip hasil Konsili Nicea dan Konsili Kalsedon yang berlangsung pada Abad Kuno Akhir.

Gereja Katolik menanggapi dengan suatu gerakan yang disebut Kontra-Reformasi, diprakarsai oleh Konsili Trente. Banyak upaya dalam menghadapi Protestanisme dilakukan oleh kalangan Yesuit, suatu tarekat baru kala itu yang terorganisasi dengan baik. Secara umum, Eropa Utara, dengan pengecualian sebagian besar wilayah Irlandia, berada di bawah pengaruh Protestanisme. Eropa Selatan tetap Katolik, sedangkan Eropa Tengah merupakan lokasi konflik yang sengit, imbas dari serangkaian perang agama di Eropa yang berpuncak pada Perang Tiga Puluh Tahun, sehingga mengakibatkan daerah ini hancur.

  1. ^ Armstrong, Alstair (2002). European Reformation: 1500–1610 (Heinemann Advanced History): 1500–55. Heinemann Educational. ISBN 0-435-32710-0. 
  2. ^ Davies Europe hlm. 291–293

From Wikipedia, the free encyclopedia · View on Wikipedia

Developed by Nelliwinne