Evo Morales | |
---|---|
Presiden Bolivia ke-80 | |
Masa jabatan 22 Januari 2006 – 10 November 2019 | |
Wakil Presiden | Álvaro García Linera |
Presiden pro tempore CELAC | |
Menjabat 14 Januari 2019 – 10 November 2019 | |
Pengganti Kosong | |
Presiden pro tempore UNASUR | |
Menjabat 17 April 2018 – 16 April 2019 | |
Pengganti Kosong | |
Ketua Gerakan untuk Sosialisme | |
Mulai menjabat 1 Januari 1998 | |
Pendahulu Jabatan dibentuk Pengganti Petahana | |
Anggota Majelis Perwakilan dapil Cochabamba | |
Masa jabatan 6 Agustus 1997 – 24 Januari 2002 | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Juan Evo Morales Ayma 26 Oktober 1959 Isallavi, Bolivia |
Partai politik | Gerakan Sosialisme |
Anak | 2 |
Orang tua | Dionisio Morales Choque María Ayma Mamani |
Tempat tinggal | Palacio Quemado |
Tanda tangan | |
Karier militer | |
Pihak | Bolivia |
Dinas/cabang | Angkatan Darat Bolivia |
Masa dinas | 1977–1978 |
Satuan | Resimen Kavaleri Ingavi Keempat |
Penghargaan
| |
Sunting kotak info • L • B |
Juan Evo Morales Ayma (pengucapan bahasa Spanyol: [ˈeβo moˈɾales]; lahir 26 Oktober 1959), lebih dikenal dengan nama Evo (IPA: [ˈeβ̞o]) adalah mantan Presiden Bolivia dan menjadi orang pribumi pertama yang menjabat sebagai kepala negara sejak penjajahan Spanyol lebih dari 470 tahun yang lalu.[1][2][3][4] Klaim ini menyebabkan kontroversi,[5] karena ada para presiden mestizo sebelumnya.[6]
Morales adalah seorang sosialis dan berasal dari suku Aymara dan dilantik menjadi presiden pada tanggal 22 Januari 2006.
Morales adalah pemimpin gerakan sayap kiri cocalero Bolivia– sebuah federasi longgar dari campesino (buruh tani) penanam daun koka yang melawan upaya-upaya pemerintah Amerika Serikat untuk membasmi koka di Provinsi Chapare di Bolivia tenggara. Morales juga adalah pemimpin partai politik Gerakan untuk Sosialisme (Movimiento al Socialismo, dengan singkatannya dalam bahasa Spanyol MAS, yang berarti "lebih"), yang terlibat dalam Perang Gas, bersama-sama dengan banyak kelompok lainnya, yang biasanya dirujuk sebagai "gerakan sosial".
Pada pemilihan presiden 2002, Morales menempati tempat kedua, suatu kejutan yang mengecewakan bagi partai-partai tradisional Bolivia. Hal ini langsung membuat sang aktivis pribumi ini terkenal di seluruh benua Amerika. Morales menyebutkan bahwa kemenangan yang hampir diperolehnya itu sebagian disebabkan oleh komentar-komentar membakar yang ditujukan kepadanya oleh duta besar AS di Bolivia, Manuel Rocha, dan menyebutkan bahwa mereka menolong "membangkitkan hati nurani rakyat". Morales akhirnya terpilih sebagai presiden dalam pemilihan 2005, setelah beberapa krisis yang disebabkan oleh masalah industri gas.