نَهْضَةُ الْعُلَمَاءْ | |
Singkatan | NU |
---|---|
Tanggal pendirian | 31 Januari 1926 (16 Rajab 1344 Hijriyah) |
Pendiri | K.H. Muhammad Hasyim Asy'ari |
Didirikan di | Kota Surabaya, Jawa Timur, Hindia Belanda |
Tipe | Organisasi keagamaan |
Tujuan | Berlakunya ajaran Islam yang menganut pemahaman ahlussunnah wal-jama'ah bermazhab Asy'ariyah untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan, kesejahteraan umat, dan demi terciptanya rahmat bagi semesta. |
Kantor pusat | Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, Indonesia |
Wilayah layanan | Asia Tenggara |
Jumlah anggota | 159 juta |
K.H. Miftachul Akhyar | |
Dr. (H.C.) K.H. Yahya Cholil Staquf | |
Katib ‘Aam | K.H. Ahmad Said Asrori |
Sekretaris Jenderal | Drs. K.H. Saifullah Yusuf |
Afiliasi | Islam tradisionalis (Islam Sunni)[1] |
Situs web | www |
Nahdlatul Ulama (NU, bahasa Arab: نَهْضَةُ الْعُلَمَاءْ, translit. nahḍatul ‘ulamā', har. 'Kebangkitan Ulama';) adalah organisasi keagamaan Islam asal Indonesia yang didirikan oleh Kyai Haji Hasyim Asy'ari, kepala Pondok Pesantren Tebuireng dari Jombang, Jawa Timur. NU[2] memiliki anggota berkisar dari 80 juta (2023)[3] yang menjadikannya sebagai organisasi Islam terbesar di dunia.[4][5] NU juga merupakan badan amal yang mengelola pondok pesantren, sekolah, perguruan tinggi, dan rumah sakit serta mengorganisir masyarakat untuk membantu peningkatan kualitas hidup umat Islam.
NU didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926) di Kota Surabaya oleh seorang ulama dan para pedagang untuk membela praktik Islam tradisionalis (sesuai dengan akidah Asy'ariyah dan fikih Mazhab Syafi'i) dan kepentingan ekonomi anggotanya.[4] Pandangan keagamaan NU[6] dianggap "tradisionalis" karena menoleransi budaya lokal selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.[7] Hal ini membedakannya dengan organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia, Muhammadiyah, yang dianggap "reformis" karena membutuhkan interpretasi yang lebih literal terhadap Al-Qur'an dan Sunnah.[7]
Beberapa tokoh NU adalah pendukung konsep islam nusantara, sebuah ciri khas Islam yang telah mengalami interaksi, kontekstualisasi, pribumisasi, interpretasi, dan vernakularisasi sesuai dengan kondisi sosial budaya di Indonesia.[8] Islam Nusantara mempromosikan moderasi, anti-fundamentalisme, pluralisme dan pada titik tertentu, sinkretisme.[9]
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref>
untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/>
yang berkaitan